Analisis Tingkat Literasi Digital Mahasiswa Universitas Andalas dalam Menghadapi Disinformasi di Media Sosial Universitas Andalas


Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam pola komunikasi dan interaksi sosial masyarakat global. Teknologi yang semakin maju membuat informasi dapat diakses dengan sangat mudah dan cepat, sehingga batas antara produsen dan konsumen informasi menjadi semakin kabur. Media sosial, sebagai salah satu platform digital yang paling populer, berperan penting sebagai sarana penyebaran informasi sekaligus ruang publik tempat masyarakat berinteraksi. Namun, bersamaan dengan meningkatnya akses informasi tersebut, muncul pula tantangan besar berupa maraknya penyebaran disinformasi. Disinformasi sering kali tersebar dengan sangat cepat karena sifat media sosial yang interaktif, viral, dan tidak selalu melalui proses verifikasi. Akibatnya, masyarakat dapat dengan mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang tidak akurat, menyesatkan, bahkan berbahaya.

    Dalam konteks inilah literasi digital menjadi kebutuhan esensial bagi setiap individu, terutama bagi mahasiswa sebagai bagian dari kelompok digital native. Generasi ini tumbuh bersama perkembangan teknologi dan memiliki akses penuh terhadap informasi digital. Meski demikian, kemudahan akses informasi tidak selalu berbanding lurus dengan kemampuan untuk memilah informasi yang benar. Oleh karena itu, literasi digital menjadi kompetensi yang sangat penting untuk menghadapi tantangan informasi di era modern. Literasi digital tidak hanya mencakup kemampuan dalam mengoperasikan perangkat teknologi, tetapi lebih dari itu, mencakup kemampuan analisis, pemahaman etika digital, serta kapasitas untuk berpikir kritis dalam menghadapi informasi yang diterima.

    Literasi digital juga menuntut mahasiswa mampu memahami risiko-risiko digital seperti pencurian data, manipulasi informasi, dan pelanggaran privasi. Selain itu, mahasiswa perlu menyadari bahwa setiap tindakan digital meninggalkan jejak yang dapat diakses oleh pihak lain, sehingga kemampuan mengelola jejak digital menjadi bagian penting dari kompetensi literasi digital. Etika komunikasi digital, kesadaran akan dampak penyebaran informasi palsu, dan pemahaman mengenai keamanan siber merupakan elemen-elemen penting yang harus dimiliki mahasiswa dalam beraktivitas di dunia digital.

    Universitas Andalas, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terkemuka di Indonesia, memiliki peran strategis dalam membentuk mahasiswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga cakap dalam menghadapi tantangan digital. Perguruan tinggi bukan hanya tempat untuk memperoleh pengetahuan akademik, tetapi juga untuk mengembangkan kompetensi abad 21, termasuk literasi digital. Melalui program pembelajaran, seminar, pelatihan, dan kegiatan organisasi kemahasiswaan, Universitas Andalas dapat memfasilitasi pengembangan literasi digital secara komprehensif. Institusi pendidikan memiliki tanggung jawab moral untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai agar mampu berpartisipasi secara positif dalam ruang publik digital.

    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat literasi digital mahasiswa Universitas Andalas dalam menghadapi disinformasi di media sosial. Penelitian ini berangkat dari fenomena meningkatnya penyebaran hoaks dan informasi palsu yang kerap menjadi konsumsi masyarakat, termasuk mahasiswa. Meskipun mahasiswa berada dalam lingkungan akademik yang seharusnya mendorong sikap kritis dan kemampuan analitis, mereka tetap dapat terpapar dan terpengaruh oleh informasi menyesatkan jika tidak memiliki literasi digital yang memadai. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk memberikan gambaran nyata mengenai kondisi literasi digital mahasiswa, sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambilan kebijakan dalam penguatan kompetensi digital di lingkungan kampus.    

    Pengumpulan data dilakukan menggunakan survei daring yang diisi oleh mahasiswa dari berbagai program studi di Universitas Andalas. Survei ini terdiri dari sepuluh indikator literasi digital yang relevan dengan konteks keamanan digital, etika digital, serta kemampuan verifikasi informasi. Indikator tersebut meliputi kemampuan menggunakan platform digital, kemampuan pencarian informasi secara efektif, kesadaran akan pentingnya pengaturan privasi, kemampuan melakukan verifikasi informasi, kemampuan mengidentifikasi hoaks, kemampuan berpikir kritis, sikap etis dalam berkomunikasi digital, kebiasaan mencantumkan sumber informasi, penggunaan kata sandi yang kuat, dan kewaspadaan terhadap tautan mencurigakan. Setiap indikator dinilai menggunakan skala Likert 1–5 untuk mengukur sejauh mana mahasiswa memiliki kesadaran dan kemampuan terkait literasi digital.

    Hasil analisis terhadap data menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Universitas Andalas memiliki tingkat literasi digital yang baik hingga sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya nilai rata-rata pada beberapa indikator penting, seperti kehati-hatian terhadap tautan mencurigakan dan penggunaan kata sandi yang kuat. Kedua indikator ini memperoleh nilai rata-rata 4,7, yang mengindikasikan bahwa mahasiswa cukup memahami pentingnya keamanan digital. Kesadaran ini juga dapat dipengaruhi oleh meningkatnya kasus kejahatan digital yang sering diberitakan, sehingga mahasiswa cenderung lebih berhati-hati dalam mengakses tautan atau situs tertentu.

    Indikator lain yang menunjukkan hasil baik adalah kemampuan berpikir kritis dan etika komunikasi daring, dengan nilai rata-rata masing-masing 4,6 dan 4,7. Fakta bahwa sebagian besar mahasiswa menyatakan sangat setuju terhadap pentingnya berpikir kritis menandakan bahwa mereka memiliki kecenderungan untuk memeriksa kembali informasi sebelum membagikannya. Selain itu, tingginya nilai pada indikator etika komunikasi menunjukkan bahwa mahasiswa memahami pentingnya menjaga etika dalam berinteraksi di media sosial, termasuk menghindari ujaran kebencian, menghormati pendapat orang lain, dan menjaga kesopanan dalam komunikasi digital.

    Namun demikian, beberapa indikator masih menunjukkan area yang perlu ditingkatkan. Salah satunya adalah kebiasaan mencantumkan sumber informasi, yang memperoleh nilai rata-rata 4,2. Meskipun termasuk kategori baik, angka ini menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa masih belum sepenuhnya konsisten dalam menyertakan sumber ketika membagikan informasi. Kebiasaan ini dapat menyebabkan penyebaran informasi yang tidak dapat diverifikasi dan berpotensi memperkuat hoaks. Selain itu, indikator pengaturan privasi akun digital juga memperoleh nilai rata-rata 4,3, yang menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya sadar akan pentingnya mengelola informasi pribadi di platform digital.

    Analisis berdasarkan program studi menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam tingkat literasi digital. Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Hukum, Teknik Komputer, dan Kesehatan Masyarakat menunjukkan skor yang relatif tinggi dan stabil. Hal ini dapat dimengerti mengingat program studi tersebut memiliki kurikulum yang banyak berkaitan dengan teknologi informasi, komunikasi massa, etika digital, dan analisis informasi. Di sisi lain, mahasiswa dari program studi Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan menunjukkan skor rendah pada indikator verifikasi informasi dan etika komunikasi, yang menunjukkan perlunya penguatan literasi digital pada kelompok mahasiswa ini.

    Temuan penelitian ini memberikan beberapa implikasi penting. Pertama, meskipun tingkat literasi digital mahasiswa secara umum baik, masih terdapat kesenjangan antara kesadaran dan praktik. Banyak mahasiswa memahami pentingnya keamanan digital, namun belum semuanya menerapkan praktik perlindungan data secara konsisten. Kedua, literasi digital harus dipahami secara multidimensi, meliputi aspek teknis, kognitif, sosial, dan etika. Pembelajaran literasi digital tidak dapat hanya berfokus pada kemampuan teknis, tetapi juga harus mencakup pemahaman mendalam mengenai dampak sosial dari penggunaan media digital.

    Berdasarkan temuan ini, penelitian merekomendasikan perlunya integrasi literasi digital ke dalam kurikulum di berbagai program studi. Penguatan literasi digital dapat dilakukan melalui mata kuliah wajib umum, pelatihan keamanan digital, serta kegiatan seminar dan workshop. Selain itu, kampanye literasi digital yang melibatkan mahasiswa sebagai agen perubahan dapat membantu menciptakan budaya digital yang sehat di lingkungan kampus. Media pembelajaran berbasis kasus nyata dan simulasi juga dapat membantu mahasiswa memahami bagaimana disinformasi bekerja dan bagaimana cara menghadapinya secara kritis.

    Dengan demikian, Universitas Andalas memiliki peluang besar untuk menjadi institusi yang tidak hanya menghasilkan lulusan yang kompeten secara akademis, tetapi juga cakap dalam menghadapi tantangan informasi digital. Penguatan literasi digital akan membantu mahasiswa menjadi individu yang kritis, bertanggung jawab, dan tangguh dalam menghadapi arus informasi di era digital yang semakin kompleks.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UTS